Pada tahun 2024 ini, terdapat 14 guru yang lolos seleksi dari daerah Gorontalo, Kalimantan Timur, Bali, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku Utara untuk mengikuti program pertukaran tersebut. 14 guru ini telah selesai bertugas di Korea Selatan selama 3 (tiga) bulan atau 89 (delapan puluh sembilan) hari dan di akhir masa tugas nya tersebut berkesempatan untuk mengikuti Konferensi SSAEM 2024.
Dari hasil selama kurang lebih 3 bulan mereka bertugas di Korea Selatan mendapatkan banyak sekali pengalaman dan praktik baik yang bisa dibagikan kepada pendidik dan tenaga kependikan yang lain antara lain:
- Pendidikan inklusif di Korea Selatan, seperti di Jejuseo Middle School didukung oleh Special Education Act yang mewajibkan semua sekolah negeri menerima siswa dengan kebutuhan khusus tanpa diskriminasi. Implementasinya dilakukan melalui co-teaching, di mana guru umum dan guru khusus bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan siswa. Selain itu, teknologi pendidikan dan pelatihan rutin bagi guru membantu menciptakan lingkungan belajar yang ramah dan menghargai keberagaman tersebut.
- Pendidikan yang membahagiakan dan membentuk karakter siswa melalui penerapan kurikulum yang otonom, pembelajaran yang humanis, kontekstual dan sesuai dengan karakteristik/kebutuhan belajar siswa.
- Di SMA Gangjin, Korea Selatan, penerapan sistem pembelajaran terpadu dengan jadwal padat dan fasilitas lengkap seperti Study Café, ruang musik, dan gym menciptakan lingkungan belajar yang optimal. Siswa didorong untuk belajar mandiri dengan bimbingan guru yang juga berfungsi sebagai role model, menciptakan suasana yang mendukung prestasi akademik tanpa tekanan berlebihan. Sistem ini bisa menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah di Indonesia dalam menciptakan lingkungan belajar yang lebih holistik dan efisien.
- Pendidikan di Korea Selatan menjadi pondasi utama bagi kemajuan negara, dengan dukungan pemerintah dan masyarakat yang menjadikannya prioritas. Keberhasilan sistem pendidikan ini juga didorong oleh nilai budaya ketekunan dan kerja keras (jeongshin), yang mengajarkan anak-anak untuk konsisten berusaha dan melihat kegagalan sebagai bagian dari proses menuju kesuksesan, serta membentuk karakter yang kuat.
- Keterlibatan orang tua di Korea Selatan dalam mendukung pendidikan anak, tidak hanya dalam pemenuhan kebutuhan materi, tetapi juga melalui komunikasi erat dengan guru dan partisipasi aktif di sekolah. Program kolaboratif, seperti kelas memasak bersama, mempererat hubungan antara keluarga dan sekolah, membangun rasa kebersamaan dan tanggung jawab bersama dalam mendidik anak.
- Sistem pendidikan Korea Selatan menekankan keterlibatan komunitas melalui event kolaboratif antara siswa, orang tua, dan guru, seperti Sports Day dan festival dongeng, yang mempererat hubungan dan mengembangkan karakter siswa. Pendekatan ini dapat diterapkan di sekolah-sekolah Indonesia untuk meningkatkan kebersamaan dan keseimbangan antara prestasi akademik dan pengembangan sosial emosional siswa.
- Di Korea Selatan, khusunya di Jejuseo Middle School, pelajaran Physical Education (PE) mengintegrasikan game tradisional yang telah dimodifikasi secara modern, seperti Yut Nori atau Jegichagi, untuk mengajarkan keterampilan fisik sekaligus nilai-nilai kerja sama, disiplin, dan tanggung jawab. Selain itu, permainan yang sangat ramah inklusivitas, seperti Boccia, juga dimasukkan dalam kurikulum PE, memungkinkan siswa dengan disabilitas untuk berpartisipasi secara aktif dan setara, menciptakan pengalaman belajar yang lebih inklusif dan menyenangkan bagi semua siswa, terlepas dari kemampuan fisik mereka.
- Guru-guru dari beberapa SMP di Nowon-Seoul, membentuk grup diskusi AI (Artificial Intelligence) yang mengintegrasikan AI dalam pembelajaran. Siswa SMP Korea Selatan mempelajari topik keluarga dari perspektif budaya Indonesia dan Korea. Dalam pembelajaran tersebut, mereka berdiskusi tentang keluarga, tantangan-tantangannya, dan visualisasi keluarga masa depan menggunakan AI Image Generators. Integrasi AI ke dalam pembelajaran ini sangat diperlukan di Indonesia agar siswa siap menghadapi tantangan dan bersaing dengan pemanfaatan teknologi. Hal ini sesuai dengan program prioritas Kemdikdasmen keempat yaitu penguatan pendidikan unggul, salah satunya mencakup pendidikan teknologi sejak dini.
Sharing Perspektif Keluarga dari Budaya Indonesia (perubahan dan harapan karakteristik keluarga di masa depan)
Suasana diskusi keluarga masa depan dan menyusun prompt untuk AI image Generator.
- Kelas coding di Korea Selatan menjadi salah satu program after class yang menarik dan inovatif di tingkat sekolah dasar. Program ini dirancang khusus untuk siswa kelas tinggi, yaitu kelas 4, 5, dan 6. Dengan dukungan penuh dari pemerintah, kelas ini dilengkapi dengan buku panduan resmi serta robot sederhana sebagai alat pembelajaran. Tujuannya adalah untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis, logika, dan kreativitas anak sejak dini. Melalui pendekatan ini, Korea Selatan tidak hanya memperkenalkan teknologi kepada siswa, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan dunia digital di masa depan.
- Gyosil Hilling Hwaldong adalah program di Sekolah Cheongwon Middle School yang bertujuan menciptakan suasana santai dan pemulihan emosional di kelas untuk mengatasi tekanan akademik yang tinggi di Korea Selatan. Program ini dilatarbelakangi oleh tingginya persaingan dalam ujian masuk universitas (Suneung) dan meningkatnya masalah kesehatan mental remaja, seperti stres, kecemasan, dan kehilangan motivasi belajar. Kegiatan ini dilakukan dengan sesi relaksasi 15 menit setelah makan siang, di mana siswa dapat bermeditasi, membaca, atau mendengarkan musik, serta dipandu oleh guru secara bergantian dalam sesi mindfulness. Sekolah juga menyediakan konseling individu atau kelompok dan konsultasi rutin dengan orang tua untuk mendukung siswa secara lebih menyeluruh. Program ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih seimbang, di mana siswa berkembang secara akademis, emosional, dan sosial dengan lebih sehat dan bahagia.