GTK – Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.
Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) merupakan salah satu upaya yang mendorong lahirnya Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Seperti yang diungkapkan Direktur Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, dan Tenaga Kependidikan Praptono pada Seri Webinar IKM 14: Perencanaan Pembelajaran Melalui Komunitas Belajar di Sekolah, yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube Ditjen GTK Kemdikbud RI, Kamis (13/4/2023), bahwa kurikulum ini hadir dengan diawali ketika covid-19 melanda.
“Salah satu upaya yang didorong untuk melahirkan P5 adalah dengan mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini diawali dengan pengalaman kita melaksanakan pembelajaran pandemi covid-19. Dalam rangka mengantisipasi perubahan ke depan yang sangat cepat dan dinamis ini, maka dibutuhkan kurikulum yang sederhana, fleksibel dan kontekstual,” ungkapnya.
Ia menuturkan bahwa ada 6 intervensi yang diperlukan untuk memastikan guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah bisa menerapkan kurikulum merdeka secara mandiri yang salah satunya adalah komunitas belajar. Jika komunitas belajar ini mampu dijalankan dengan baik, persoalan-persoalan yang dimiliki oleh guru tentu akan menemukan solusinya.
“Yang menjadi jantung dari IKM adalah komunitas belajar. Kalau komunitas belajar ini hidup berjalan dengan baik, maka kesulitan yang dihadapi gru dalam memanfaatkan Platform Merdeka Mengajar, merencanakan P5 atau dalam pedagogik dan bahkan untuk menangani peserta didik yang secara spesifik memiliki persoalan tentu bisa ditangani bersama oleh para guru. Karena di komunitas belajar ini, guru bisa melakukan kegiatan belajar bersama, berdiskusi, berkolaborasi, bahkan melakukan refleksi,” jelasnya.
“Melalui aktivitas refleksi, merencanakan, menjalankan Merdeka Belajar, maka inovasi yang lebih kreatif dan terus bergerak maju bisa dilakukan oleh guru-guru kita,” tambahnya.
Lebih lanjut Praptono menjelaskan bahwa Rapot Pendidikan baru saja diluncurkan. Rapot Pendidikan menjadi gambaran bagaimana kondisi sekolah berdasarkan hasil asesmen nasional. Melalui Rapot Pendidikan, Praptono menjelaskan bahwa para guru dan kepala sekolah akan mengetahui area-area yang perlu sentuhan perbaikan.
“Beberapa hari lalu baru saja dilaunching Rapot Pendidikan. Ini adalah gambaran dari kondisi sekolah berdasarkan hasil asesmen nasional. Tentu ini akan menjadi sumber informasi yang sangat penting untuk melakukan perbaikan-perbaikan berdasarkan kondisi riil yang dialami oleh peserta didik kita,” jelas Praptono.
“Melalui rapot pendidikan, para guru dan kepala sekolah akan mengetahui area-area mana saja yang memerlukan sentuhan perbaikan sehingga literasi, numerasi, dan karakter anak-anak berkembang dengan baik,” tambahnya.
Ketika para guru dan kepala sekolah telah memahami area perbaikan yang harus dilakukan, Praptono menjelaskan bahwa di sanalah peran komunitas belajar untuk bisa menjadi wadah bersama para guru untuk melakukan inovasi dan penanganan masalah yang dihadapi.
“PR-nya adalah bagaimana kita bisa menumbuhkan semangat dan komitmen guru kita untuk mencintai dan aktif mengikuti komunitas belajar. Bahkan tanpa didorong sekalipun kita ingin komunitas belajar menjadi kegiatan yang sangat dirindukan oleh para guru untuk mencari solusi terhadap persoalan pembelajaran yang dimiliki,” tutupnya.
